Monday 29 October 2007

“Secara gue gitu loh!”

Kalau kita perhatikan, sekarang banyak sekali anak muda yang menggunakan suatu kata tanpa tahu arti kata tersebut. Misalnya saja, akhir-akhir ini saya sering mendengar kalimat-kalimat semacam ini:

“Secara gue gitu loh!”, atau kalimat berikut,

“Secara semua orang butuh makan”

“Secara radio kita radio terkenal”

“Secara aku baru datang”

Dan banyak kalimat lain dengan embel-embel kata ‘secara’, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, diartikan sebagai berikut:

Secara: 1. sebagai; selaku: hendaklah kamu bertindak secara laki-laki; 2. menurut (tt adat, kebiasaan, dsb): perkawinan akan dilangsungkan secara adat keraton; 3. dengan cara; dgn jalan: perselisihan itu akan diselesaikan secara damai; ia diperlakukan secara tidak adil; 4. dengan: hal itu diuraikan dgn ringkas; serangan itu dilakukan secara besar-besaran

Suatu waktu saya pernah mengirim pesan singkat ke sebuah stasiun radio di kota saya, Klaten. Saya hanya menanyakan kepada sang penyiar mengenai arti kata ‘secara’ karena dari awal sampai akhir acara yang ia bawakan, kata ‘secara’ selalu muncul dalam hampir setiap kalimatnya.

Tahukah apa jawabannya? Sang penyiar yang dengan baik hatinya jujur mengatakan bahwa dia tidak tahu arti kata ‘secara’. Dia mengatakan bahwa kata ‘secara’ memang sedang nge-trend saat ini, jadi dia ikut saja menggunakannya. Wah…wah…wah…ternyata anak muda zaman sekarang mudah sekali terbawa arus ya! Apa saja yang dianggap bagus ataupun menyenangkan, langsung diterima tanpa terlebih dahulu mempedulikan baik buruknya.

Friday 26 October 2007

LADY IN RED MENGGUNCANG KOS!

Kemarin lusa saya mendapat kiriman sekeping CD dari seorang teman lama. Karena penasaran, maka saya mengajak teman saya, Arie untuk membukanya. Lalu setelah dibuka, ternyata isinya ada e-book Harun Yahya, dan beberapa games. Lalu saya tertarik pada sebuah nama 'lady in red'. Saya meng-klik nya, hanya ada gambar bar kosong tanpa manusia. Arie tadinya bersemangat menyuruh saya menontonnya. Tapi di tengah perjalanan saya membukanya, Arie berniat menghentikan saya. Katanya, saya lebih baik tidak usah menontonnya. Tapi terlanjur penasaran, saya teruskan.

Lama...sekali, tak muncul apa-apa. Saya cari di setiap sudut gambar tadi, ga ada apa-apa tu. Saya baru mulai mau menanyakan pada Arie, tapi kemudian tiba-tiba...

"JEGLAR!!!"

"Hua!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Saya menjerit keras sekali dan Arie pun juga sama. Tiba-tiba muncul sosok kuntilanak di tengah-tengah monitor komputer saya. Saya lalu melakukan pembalasan pada Arie. Ha...h, saya agak sedikit banyak takut dengan hal-hal semacam itu. Malh terkagetkan dengan sosok mengerikan tadi.

Lalu karena tidak mau rugi, saya gantian mengerjai teman-teman satu blok kos saya secara bergantian dengan mengatakan bahwa tayangan yang akan saya suguhkan adalah drama romantis. Hahaha. Reaksinya ternyata di luar dugaan. Anak-anak yang saya kira ga setakut saya, ternyata dibuat berteriak sekencang-kencangnya oleh tayangan kuntilanak tadi. *usil, mode on*

Tapi entah kualat atau apa, saya jadi terbayang-bayang kuntilanak itu seharian. Waktu mandi, waktu di kamar, apalagi waktu di depan komputer. Hii serem! Ditambah lagi tempo hari ada teman kos yang baru mengalami kejadian menyeramkan di ruang TV kos kami. Sudah nggak lagi-lagi deh usil soal begituan...

ps: maaf ya teman-teman:> puspa, zahro, anys.

Wednesday 24 October 2007

Maaf ya Pak...

Kemarin saya, arie -sahabat saya- dan beberapa teman sedang ngobrol di depan kantor dosen. Kemudian Pak Kris, dosen listening semester 3, lewat. Kamipun berniat meminta maaf sekaligus berlebaran dengan sang bapak. Belum sempat saya dan Arie mengatakan maaf, sang bapak langsung menunjuk kami berdua dan mengatakan sambil tersenyum:
"Kalian sudah saya maafkan"
Kami berdua cuma tersenyum. Kemudian sang bapak ngobrol dengan kami semua dengan narsisme-nya yang ternyata biarpun lebaran,belum hilang juga. Saya kembali teringat kejadian lucu dengan sang bapak. Jauh sebelum bulan puasa, saya dan Arie bahkan sudah meminta maaf pada beliau atas kesalahan-kesalahan yang telah kami perbuat. Jujur, Pak Kris, bagi saya pribadi adalah dosen, teman, sekaligus musuh. Biarpun narsis, pintar memutarbalikkan keadaan, sering bertengkar dan berdebat baik hal yang bermutu ataupun sekedar mengenai arti suatu kata, beliau tetaplah dosen yang layak untuk dihormati.
Nah, ceritanya, dulu saya merasa kehilangan saat-saat pertengkaran dan perdebatan dengan beliau. Biasanya, kami bisa berdebat ataupun berdiskusi dengan seru, bahkan bertengkar mengenai suatu hal,apapun itu. Tapi untuk beberapa waktu itu, beliau jadi orang lain. Tidak ada lagi diskusi, pertengkaran, perdebatan, dan beliau jadi suka mengalah. Walaupun bagi sebagian besar teman saya hal tersebut berarti bagus, tapi bagi saya, hal itu membuat suasanan belajar jadi tidak menyenangkan lagi.
Kemudian ditambah lagi sebelum semua itu terjadi, saya dan Arie melakukan perbuatan yang seharusnya tidak kami lakukan, sehubungan dengan Pak Kris. Ya...namanya mahasiswa, kadang kekesalan pada seorang dosen bagaikan tak terbendung lagi. Hehehe.Tapi saat itu, kami murni bercanda. Lalu kamipun mengirim sms permintaan maaf buat beliau. Tidak dibalas...
Tapi lambat laun, sang bapak kembali lagi dengan kebiasaan yang dulu. Senangnya...Ada dosen yang rasanya bagaikan teman sendiri ni! Makanya itu...pas beliau mengatakan bahwa beliau sudah memaafkan kami lebih dulu, saya jadi teringat masa lalu.

ps: Dari semester satu, teman-teman saya tidak suka dengan beliau karena memberi nilai yang jelek pada hampir seluruh siswa. Tapi entah kenapa, saya dan Arie dari awal semester, sudah menganggap bahwa Pak Kris adalah orang yang menyenangkan. Teman-teman selalu menjuluki saya dengan sebutan 'anaknya Pak Kris'. Dan akhirnya, teman-teman sekarang malah berbalik menyukai beliau. Dasar tu anak-anak...Tak kenal maka tak sayang.

Sunday 21 October 2007

Ini alamat blog saya.

BLOG DRIVES ME CRAZY!

Hari itu, saya sangat bersemangat sekali ke warnet. Entah ada apa dengan hati saya saat itu, tapi yang saya tahu, langkah kaki saya, eh, laju motor saya terasa riang. Saya hari itu ingin sekali mengganti layout blog saya di blogspot. Sampai di depan warnet langganan saya, saya membuka pintu, dan sesosok wajah yang biasa dan dekat tersenyum dengan ramah, dialah…MAS PENJAGA WARNET.

“Mas, no 10 kosong?” pertanyaan ini adalah pertanyaan wajib yang selalu saya tanyakan kepada sang mas setiap kali saya mau browsing.

“Wah, isi tu. Pake yang lain ya!” jawab sang mas senang. Kalo di salah satu iklan itu disebutkan ada yang berobsesi jadi sutradara, maka mas sang penjaga warnet berobsesi mengerjai dan membuat saya jengkel kali ya.

“Ya…h…yaudah deh”

Saya beranjak dari meja sang operator, menuju bilik nomor 4. Lumayan, biasanya saya pakai no 10 karena sudah cinta sama tempat itu,enak sih. Tapi ternyata suasana yang baru bisa juga begitu mengasyikkan dan menyenangkan.

“Mulailah saya khusyuk dengan komputer di depan mata. Pertama saya meng-klik menu ‘pre paid’ yang mana hanya anngota saja yang bisa menggunakannya. Tapi kok ga bisa ya? Ulang lagi, ‘klik’ tak terjadi reaksi apa-apa dari sang komputer tercinta.

‘aha!!!’ ‘cling!’ Ini bukan karena komputer yang berhasil saya buka dengan ‘pre paid’, tapi karena tiba-tiba saya ingat bahwa hari itu adalah hari Minggu. Ada apakah pada hari minggu? Ya, begini anak-anak, setiap hari Sabtu dan Minggu itu berlaku hukum ‘Happy Hours’ nya warnet tadi, dan itu artinya anggota tidak berlaku untuk dua hari itu. Bisa dimengerti? Nah, cerita berlanjut. Saya membuka Friendster, membaca inbox yang belum sempat kubalas satu pun (maaf bagi teman-teman yang merasa e-mail nya belum terbalas, sok laku nih!). Setelah ber-friendster-an ria, saya membuka blog saya di blogspot. Niat saya dari awal memang pingin nge-blog.

Tak ada komentar baru, agak kecewa...Yah, apa mau dikata, blogger baru yang awam dan perlu dididik, blog sama sekali tidak menarik, tak ada teman yang tau blog saya, tulisanpun jauh dari ‘luar biasa’. Niat saya untuk posting tulisan jadi menguap entah ke mana. Lalu saya tiba-tiba tertarik untuk mengganti tampilan blog saya yang sangat sederhana tadi. Pokoknya blog saya itu bisa diumpamakan seperti nasi tanpa lauk deh. Jadilah saya mengutak-atik blog sambil nyari bahan buat suatu tugas selama 2 jam.

Ketika saya sudah merasa cukup, saya klik ‘pratinjau’ –ini juga menjadi masalah saya, padahal saya sudah mengganti bahasa menjadai bahasa inggris, tapi tetap saja yang muncul bahasa Indonesia. Jadi bingung. Beneran, bingung- Karena lama, akhirnya saya langsung klik ‘simpan perubahan’ dan berakhirlah proses ‘kreatif ‘ saya. Dengan sangat bergairah dan rasa penasaran yang tinggi, saya melihat blog saya.

“JEGLAR!” suara gelegar ini bukanlah dating dari langit yang memang sedari tadi mendung, tapi dari hati, pikiran, setiap bagian dari diri saya yang bisa merasakan keterkejutan saya. Tahukah anda, semua isi, bahkan sang layout yang begitu manisnya *kesal-mode on* tak tampak dalam blog saya. Blog saya menjadi putih dan bersih, bah, macam mana pula ini! Mengalahkan kita-kita yang mau ber-idul fitri.

Saya belum terima. Saya ulangi lagi ‘proses kreatif’ saya dari awal, lalu ‘simpan perubahan’ klik. Dengan hati penuh harap, saya membuka blog saya. “DHUER!” lagi-lagi saya harus terkena ledakan dari dalam diri saya sendiri. Bagaimana tidak, blog saya masih putih dan bersih tak bernoda. Padahal tahu sendiri kan, semboyan salah satu deterjen ternama di Indonesia, ‘ga kotor ga belajar’. Rupanya blog saya itu menganut prinsip anak-anak sekolahan yang menganggap bahwa ‘banyak belajar banyak lupa, sedikit belajar sedikit lupa, ga belajar ga akan lupa’.

Dengan gusar saya melihat jam tangan digital biru saya. Sudah jam 14.19. “Sebentar lagi waktu sholat Ashar” pikir saya. Dengan hati yang setengah iya setengah tidak, saya menutup satu persatu tabs yang saya buka. Lalu dengan wajah kesal dan hati mendongkol, saya keluar dari ‘tempurung kenyamanan semu yang menipu’ tadi untuk membayar. Dengan kesal akhirnya saya meninggalkan warnet langganan saya tadi, menuju ke kos seorang teman saya yang ingin mudik bareng dengan saya. Setelah sholat, kekesalan agak berkurang, tapi sepanjang perjalanan pulang, hati saya berteriak rasanya ingin ‘miyu-miyu’, -miyu-miyu adalah bahasa saya untuk menyebut kata ‘marah-marah’-

Lihat saja suatu saat nanti, saya pasti bisa memiliki blog yang bagus! Ah..ah..ah *tawa haus kekuasaan*. Meskipun saat ini, untuk masang foto atau gambar pun saya ga bisa, tapi tunggulah saya di kancah per-blog-an internasional…

Hiya...blog-ku rusak *hiks…hiks…hiks…*

ps:sekarang dah sembuh kembali...alhamdulillah

oya,maaf lahir batin ya teman2...

Friday 5 October 2007

Seorang Sahabat Lama: Kenangan Yang Tersisa

Menemukannya adalah anugerah bagiku. Karna saat itu,aku benar-benar sendiri di dunia dengan segala hiruk pikuknya. Sampai kemudian…ia datang dan menunjukkan padaku bahwa akan ada matahari yang selalu muncul meski telah turun hujan badai sebelumnya. Bahwa masalah akan selalu bisa dihadapi, seberapapun sulitnya.

Dan kini, meskipun ia telah pergi, tapi apa yang pernah ia berikan kepadaku menjadi sebuah kenangan indah yang tak terbeli oleh apapun. Aku mungkin tak bisa mengulanginya lagi, dan aku juga tak mau mengulanginya untuk kedua kali…Semua itu, sudah cukup bagiku.

Sahabat lama, di manapun engkau saat ini...Trimakasih telah menunjukkan bintang-bintang saat gelap malam mencekam. Trimakasih telah melantunkan bait-bait puisi hidup untukku. Trimakasih…telah menjadi satu-satunya orang yang mengulurkan tangan padaku, saat semua orang melepaskannya…

Walau ini hanya sebuah kenangan manis di masa lalu, biarkanlah aku selalu mengenangmu sebagai SAHABATKU…

Ps: duh, kok jadi agak melankolis gini ya…mungkin karena terbawa suasana kos dan badan yang ga terlalu sehat kali ya…Hehehe. By the way, terlepas dari keadaan saya saat menulis ini, saya benar-benar menucapkan terima kasih pada semua sahabat saya. With you, I’ll be something; without you, I’ll be something too, and that’s because of you.

Kabut, kamar kos

10.23pm/04-10-07

Me

Little Wonders, by Rob Thomas

let it go,
let it roll right off your shoulder
don’t you know
the hardest part is over
let it in,
let your clarity define you
in the end
we will only just remember how it feels

our lives are made
in these small hours
these little wonders,
these twists & turns of fate
time falls away,
in these small hours,
these small hours still remain

let it slide,
let your troubles fall behind you
let it shine
until you feel it all around you
and i don’t mind
if it’s me you need to turn to
we’ll get by,
it’s the heart that really matters in the end

our lives are made
in these small hours
these little wonders,
these twists & turns of fate
time falls away,
but these small hours,
these small hours still remain

all of my regret
will wash away some how
but i can not forget
the way i feel right now

in these small hours
these little wonders
these twists & turns of fate
these twists & turns of fate
time falls away but these small hours
with these small hours, still remain,
they still remain
these little wonders
these twists & turns of fate
time falls away
but these small hours

these little wonders still remain

ps: it was the “Meet the Robinson” original soundtrack. I don’t know how and why this song could impress me… All I know is that I like it.

Monday 1 October 2007

THE FREEDOM WRITERS

Pernah nonton film dengan judul di atas teman-teman? Kemarin aku menontonnya sendirian di kamar kos. Kalau ga salah hari Sabtu agak siang,setelah beres-beres kamar dan mengerjakan tugas merangkum buku dari salah satu mata kuliah di kampus. Film tadi mengambil tempat di Amerika, lupa nama kotanya. Ini mengenai kisah seorang guru dengan murid-murid kelas integrasinya (perpaduan kulit putih,hitam,asia,dll). Sangat menyentuh. Bagaimana mereka berjuang untuk paling tidak tetap hidup di hari itu sementara mereka tahu, mereka bias ditembak kapan saja,di mana saja. Di situ juga diceritakan bagaimana para kulit hitam membenci kulit putih,karena mereka menganggap bahwa kulit putih lah yang mendapatkan segalanya dan mereka tidak. Konflik yang terjadi di dalam kelas, walaupun mereka sama-sama kulit hitam, tapi mereka berasal dari geng yang berbeda, tergambar dengan sangat bagusnya. Dan disinilah, peran Mrs. G, sebagai seorang guru baru, untuk menyatukan kelasnya dan membuat mereka paling tidak,mau untuk belajar, dimulai…Dia menghadapi penolakan, ejekan, makian, protes, kritik, dan juga tekanan dari guru senior dan juga kepala sekolah karena dianggap telah melenceng dari kurikulum yang ada…Bagasimana ia bekerja mati-matian untuk mengumpulkan uang demi membelikan buku bagi murid-murudnya dikarenakan pihak sekolah tak mau meminjamkan buku baru dengan alas an takut kalau-kalu buku nanti rusak atau tidak dikembalikan.

Saya, sebagai seorang calon pendidik, sangat menganjurkan teman-teman untuk melihat,menghayati, merenungkan film tadi. Apakah kita, khususnya para calon pendidik, akan menjadi robot-robot pelaksana kurikulum saja, ataukah kita akan menjadi seorang sosok yang mencoba memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh siswa-siswa kita? Di dalam film itu, ada sebuah pernyataan yang membuat saya ingat akan diri saya sendiri

“Apakah dengan mempelajari vocabulary, grammar, sastra, akan bias manjamin saya untuk paling tidak hidup 1 hari lagi? Apakah dengan mempelajari semua itu, anda bias manjamin bahwa saya tidak akan mati ditembak hari ini?”

Yah…tontonlah saja film ini, dan komentarilah. Saya bukan hanya melihat dari segi perjuangan sang guru bahasa inggris yang memperjuangkan murid-muridnya, tapi juga saya sangat tertarik dengan para murid tadi.

Aku jadi mikir ulang kalo harus ke Amerika…Hehehe.

ps: duh, mas warnet memberi semangkuk es buah buat buka. Jadi ga enak nih...Hehehe. Wah,banyak orang yang baik padaku ya...alhamdulillah...

THE MOST EXPENSIVE JACKET THAT I’VE EVER HAD

Kemaren,ambil jaket di rumah hoe2 bareng ma na2. Setelah melihat wujud jaket yang kami pesan di salah satu konveksi di Jogja itu,kami tak henti-hentinya berkeluh kesah ria. Gimana enggak,jaket seharga 135 ribu, ternyata tidak lebih bagus daripada jaket almamaterku yang, maaf, saya pikir adalah jaket almamater terjelek yang pernah ada. Uang 135 ribu bukanlah uang yang sedikit buatku,mengingat kalo sekali ngelesi anak smp aja bayarnya 15 ribu satu kali datang. Coba pikir,berapa kali aku harus datang ngelesi untuk mendapat 135 ribu?

Jengkelnya lagi,sang pemilik konveksi tadi beralasan bahwa desain yang kami buat terlalu rumit, dan dia nggak bisa menjelaskan kepada sang penjahit dengan jelas. Kalau sudah begini salah siapa coba? Kalau dia nggak mudheng sama desain yang kita bikin,harusnya dia bilang sejak awal dong,sebelum jaket itu jadi. Bukannya malah bilang sekarang! Uang kami jadi melayang kan!

Okey,lupakan soal jumlah uang tadi. Seandainya apa yang kami dapat itu selayak mahalnya jaket itu,tentu kami akan berkata “ono rego ono rupa”, tapi masalahnya apa yang kami dapat,nggak sepadan dengan yang kami keluarkan. Bahannya jelek, jahitannya salah,ukurannya salah, naroh kancingnya juga salah, logonya salah pula! Masa’ jaket kok bentuknya jadi kayak baju beskap…pfff…huh…